28 Jun 2009

Durhaka

Berawal dari ketidakpatuhan diri kepada orang tua, mengkhianati teman,
mengingkari kata hati, berlanjut menjadi kedurhakaan kepada Allah.

Teramat banyak nafsu keinginan manusia, mengumpulkan harta, meraih
pangkat dan jabatan, hingga mengejar segala apa yang ada dalam benak
fikiran.
Sesungguhnya apa yang diterima manusia adalah baik dalam pandangan
Allah kalan manusia pandai menghayatinya.
Jika Allah menurunkan musibah, maka sabar adalah sikap terbaik agar
kita mendapat ridhoNya.
Dan jika Allah menurunkan nikmat, maka bersyukur adalah sikap terbaik
agar Allah juga meridhoinya.

Sesungguhnya orang yang menyesali kesusahan, mengutuk kemiskinan
adalah orang yang durhaka, karena dia tidak tahu untuk apa kesusahan
dan kemiskinan dikaruniakan. Barangkali kitapun akan menduga, jikalau
Allah memberinya kesenangan dn kekayaan akan bertambah durhakalah dia.

Ketaatan dan keluhuran budi tidak disandarkan pada ukuran harta dan
jabatan yang telah Allah karuniakan kepadanya. Sungguh teramat malu
kita mengharap sesuatu yang lebih di luar kesanggupan dan kepatutan
kita, karena tanpa mengharap pun telah Allah karuniakan kepada kita
nikmat yang amat banyak .
Sungguh celaka orang yang mengingkari nikmat yang telah diterima, dan
mengharap sesuatu yang lainnya hanya untuk kemegahan dan kemewahan
dunia.

Apa yang kita terima dari Allah, itulah yang terbaik untuk kita,
sambil berdoa semoga kenikmatan itu membawa berkah di dunia dan
akhirat.

Semoga Allah memberi hidayah kepada kita semua dan menjauhkan kita
dari sifat durhaka, baik durhaka pada manusia apalagi durhaka kepada
Allah.


--
Created By
Muhammad Saroji

Ketika Aku Duduk Di Berandamu

Ketika Aku Duduk Di Berandamu
ingin benar aku bertanya kepadamu
tentang apa itu arti hakikat
karena berulang kali kau katakan padaku
puasa itu tidak perlu
sholat juga buat apa
apalagi berwudhu
karena kau berpendapat
sholat sebenarnya adalah amalan hidup kita
wudhu sebenarnya adalah kesucian bathin kita...


Tapi ketika ku lihat sendiri kau merasa kehausan
dan kau reguk segelas air itu dengan tanganmu sendiri
sungguh
aku tiada lagi hendak bertanya kepadamu
apa itu hakikat...


--
Created By
Muhammad Saroji

Di Puncak Kemakrifatan

Ketika kau berada di puncak kemakrifatan
mana mungkin aku katakan kepadamu
bahwa kau adalah jazad tanpa tulang tanpa darah
bahkan mataku pun dapat menyaksikan
rambut hitammu dibelai halus oleh angin yang semilir
yang bila itu kau tak peduli
kau tak lain hanyalah jazad yang berdebu
tidak mengherankan
karena itulah kesempurnaan penciptaanmu
di balik kelemahan jasmanimu
bahkan ketika kau berada di puncak kemakrifatan
tak mungkin bukan aku katakan dirimu Tuhan
yang menguasai seluruh semesta alam ?
Tapi akan kau mengerti
betapa maha perkasanya sang pencipta
dan betapa lemahnya sang makhluk.


Ketika itu aku teringat Aisyah r.a. berkata : Ya Nabi, seluruh
dosa-dosamu baik di masa lalu maupun yang akan datang telah diampuni
oleh Allah,
mengapa masih Engkau tegakkan sholat malam hingga bengkak-bengkak kakimu ?
Nabi pun menjawab : tidakkah aku pantas menjadi hamba yang bersyukur ?

--
Created By
Muhammad Saroji

25 Jun 2009

KEMATIAN

Kematian ?
Siapa peduli dengan kematian ?
Seakan kematian milik orang yang mati
ketika kepada dia kita menziarahi
bahkan bila sebenarnya besok kita harus mati
kita tak peduli.


Kehidupan ,
begitu njlimetkah kehidupan
sehingga segala sesuatunya harus kita perjuangkan ?
Ketika ku tanya kepada engkau
mungkin kau jawab : dalam kematian
itulah kehidupan yang sebenarnya.

Apakah kehidupan disini hanya tipu-tipu ?
Tidakkah seperti mengeja dan menghitung ?
Apakah hanya ini
kemudian itu
ini lagi
dan itu lagi
hingga yang tadinya salah
tiba-tiba menjadi kebenaran yang menakutkan...

--
Created By
Muhammad Saroji

KETIKA AKU BERLAYAR

Ketika aku berlayar di lautan bersamamu
aku tahu perahu itu terlalu kecil untuk kita berdua
karena samudera yang akan kita arungi
teramat luas
teramat dalan
amat mengerikan
bisa menyesatkan kita.


Tapi kau tak peduli
kau selami kedalaman laut itu sendiri
hanya untuk mendapatkan sebutir mutiara
aku mana mungkin berani
siapa tahu mutiara itu hanya beling-beling kaca
atau hanya imitasi belaka
lagi pula aku tak punya peta
aku tak tahu menuju arah kemana
tapi apa kau bilang
sudahlah, perahu ini buatmu saja
apalah arti sebuah perahu
karena perahu yang sesungguhnya
adalah diriku ini yang akan berenang dan menyelam
(..hingga tenggelam ?
ditelan gelombang..?)

:p


--
Created By
Muhammad Saroji

DALAM KEGELAPAN ITU

Dalam kegelapan ini
mana mungkin aku tahu kau ada di mana
karena malam ini begitu luas
aku takut, yang ku cari kau
yang ku temukan binatang.


Aku butuh cahaya
bukan cahaya kiasan, bukan
tapi cahaya sebenarnya
karena bagaimanapun aku
aku tetap manusia biasa
meski kau sebut aku wali di puncak kemakrifatan
atau kau sebut aku presiden
atau bajingan kelas teri sekalipun
aku membutuhkan sesuap nasi
dan jamban untuk membuang ampasnya.


--
Created By
Muhammad Saroji

24 Jun 2009

KETIKA ADA SUARA

.....lereng itu terbakar
hanguskan semuanya
walau banyak rintangan
musnah diterjang api.


Cahaya
tersibak di antara dua kegelapan, redup dan samar
menembus bilik kamar.


Tangis
tercurah di antara dua kesedihan, dulu dan sekarang
kalau tidak ada cinta
tentu pengorbanan tak ada.


Pengorbanan ?
Terlalu ringan diucap di lisan
dimanakah arif dan bijaksana dicampakkan
tangan ini mencarinya kembali di dalam lumpur comberan
kembali, tak mungkin bukan ?
Prasasti perjalanan telah terpahatkan
nurani merintih hanya bisa membaca
tanpa bisa merubahnya.


Cahaya,
adakah kan menyinari lagi
bila malam ini kembali kelam.


Ketika ada suara
aku tahu itu suara hatimu
seperti sebuah kata pinta
untuk meneteskan setitik embun
pada ilalang yang tak lagi rimbun.


....lereng itu telah terbakar
embun itu telah menguap
di terjang kegersangan.

23 Jun 2009

SUARA

Ku dengar kau seperti bersuara
dari jauh mengucapkan salam.


Seperti angin yang semilir
kau belai rambut sutra ini.


Di beranda ini kemudian aku tercengang
sudah lama, kau telah tiada.


Di taman itu pernah ku tanam kembang melati
tapi tak pernah tumbuh dan berbunga
seperti tak pernah kunikmati indahnya bunga-bunga pengantin
kemarau ini begitu kering
jauh di lereng gunung, hutan itu terbakar
seperti kenangan itu membakar diriku, hangus dan runtuh
semestinya inilah hari kemerdekaanku
dan ku kibarkan bendera kemenanganku
tapi hanya mimpi.


Jauh di sana mungkin kau menangis
tapi sebenarnya akulah yang menangis
merintih dan perih.


Ku dengarkan kau seperti bersuara
sebuah nyanyian tentang cinta dan kerinduan
tentang sepucuk doa
tentang darah dan air mata
yang terlanjur tertumpah, tanpa makna.


Suara itu
hanya kau yang punya
hanya aku yang mendengar
karena sukmamu
jiwa ragaku.

MENJAGA MARTABAT ?

"....ini siapa ?
Walaupun aku bukan orang bermartabat, tapi aku belajar menghargai
orang lain. Aku tidak bangga punya hp, apalagi hp dibelikan sama orang
tua. Aku juga tidak bangga bisa ngebel orang, apalagi di tengah malam
buta dengan pulsa bonus gratisan, tapi orang ttaku mengajarkan aku
agar aku punya sopan santun kepada semua orang. Aku menyangka anda
adalah seorang cowok yang suka miss call orang kemudian dimatikan lagi
karena yang menjawab panggilan anda adalah seorang lelaki, dan akan
membalas sapaan bila ternyata yang menjawab panggilan anda adalah
seorang cewek dengan suara yang lembut, kemudian dengan bangganya anda
berbagi perasaan. Kalau sangkaanku benar berarti anda salah ngebel
karena aku adalah seorang janda tua yang miskin yang sedang menunggu
kematian...."

kalimat di atas adalah sebuah sms panjang (sebenarnya sms : short
message service / layanan pesan pendek ) yang saya kirimkan kepada
pemilik no 0878860521xx , karena sebagai manusia yang juga membutuhkan
kenyamanan dalam menggunakan fasilitas ponsel, saya ingin harga diri
saya tidak dipermainkan oleh orang-orang yang iseng dengen mengebel
saya apalagi pada waktu malam hari pada saat sedang tidur.

Hak setiap orang untuk menggunakan ponselnya, dan hak setiap orang
untuk tidak menjawab panggilan.
Tapi panggilan berulang-ulang dan setiap dijawab selalu dimatikan
adalah sebuah PELANGGARAN HAM BERAT YANG PELAKUNYA HARUS DIGANJAR
DENGAN HUKUMAN BERAT.

Apa hukumannya ?
Saya kira hukuman bagi mereka adalah vonis sebagai orang yang tidak bermartabat.

22 Jun 2009

BINTANG MAHARANI , KERINDUAN ITU BUKAN MILIKMU

Rani,
ketika aku telah sampai di kotamu,
mendung bergulung-gulung
hujanpun turun
dalam dingin yang menusuk
aku tahu kau telah lama merindu.

Rani,
sambutlah aku yang datang dengan restu bundaku
di kota ini kusandarkan sukmaku
tapi kepadaku kau tak pernah bicara
tapi ku genggam lembut tanganmu untuk kau dengarkan sebuah kisah
perjalanan panjangku menelusuri lembah dan puncak-puncak bukit
di sana ku lihat ranting-ranting pinus
pucuk-pucuk hijau daun pohon jati
kembali mekar tumbuh bersemi
kemarau panjang telah terlewati
kegersangan musim meninggalkan kenangan abadi.

Malam ini dingin sekali, Rani
tapi kau tak pernah bergeming
tapi cinta dan kasihku tak pernah membeku
tapi bunga mawar dalam vas kau raih
kau cium
kau cumbu
tapi aku tak mengerti
menghayati makna cintamu aku tak mengerti.

Rani,
barangkali cerita cinta itu hanya indah di buku album
tapi kupercaya kesucianmu tak pernah tak ada
harapanku ini seperti musim semi
musim daun kembali menitikkan butir-butir embun.

Rani,
lihatlah temaram lilin ini
indah bukan menemani kita berdua ?
tapi angin dingin menerpanya, mati
tapi aku tidak ingin gelora asmara itu amarah celaka
aku bukan jiwa pendurhaka
bukan pula pemuja asmara jahiliyah
ku tinggalkan kau sendiri
ku tinggalkan kotamu di malam ini
meninggalkan bekumu, meninggalkan pesonamu
mungkin esok hari hujan akan tercurah kembali
mengguyur atap rumahmu, membanjiri taman dan halaman rumahmu
nanti di musim semi aku kan datang kembali
menyuntingkan bunga mawar di rambut sutramu
menyanyikan lagu-lagu memori
bercerita tentang lembah dan bukit
....kau tahu
selama ini aku hanya bermimpi
bersatu denganmu adalah tak mungkin
tapi ku tahu cintamu abadi
tapi aku mengerti kau tak ada dalam dunia, kini...


Bogor
9 Juli 1997

20 Jun 2009

SEMESTA ALAM DALAM GENGGAMAN ALLAH SWT

SEMESTA ALAM

ALAM RAYA
TUNDUK DALAM GENGGAMANNYA




DENGAN NABINYA

MUHAMMAD SAW


ALLAH BERKENAN MENCURAHKAN RAHMATNYA
BAGI SELURUH ALAM

SELURUH ALAM BERTASBIH KEPADANYA

Balada malezye

Hari ini,
mengapa aku menjadi teringat pernyataan temanku : dasar ayam, diusir
juga datang lagi, datang lagi...!


Iya,
ayam dan mungkin seluruh hewan peliharaan, akan kembali ke kandang
walaupun telah diusir oleh tuannya, karena hewan tidak mempunyai akal
fikiran, barangkali insting mereka hanya mengatakan : hari menjelang
senja, telah penuh perut dengan makanan, pulang ahh ke kandang...
dasar ayam..

Tapi bagaimana bila yang di usir itu orang ? Dan orang itu memakai
seragam tentara bersenjata lengkap dengan berkendaraan sebuah kapal
perang yang sangat besar dengan memakai bendera malezye...?
Tentu macam-macamlah orang punya pendapat, dan yang jelas tentara
malezye itu bukan ayam, apalagi ayam potong, bukan pula ular atau
srigala.
Kalau tentara malezye itu merasa sebagai orang, tentulah mereka pulang
ke kandangnya, di negeri klantansana, bukan AMBilsebelumtelAT, tapi
kalau merasa sebagai manusia, tapi sudah tua dan pikun juga,
kandangcina ataupun kandangpilipina pun di embat juga ....

NGAPURONE SING GEDE nDÖNG PAHRI

Jakarta- Jakarta

Jakarta,
ketika malam mulai lengang
ketika rembulan tak lagi purnama
sayup-sayup terdengar bunyi kendaraan melintas
mengusik gendang telinga yang merindukan kesunyian
ini malam aku amat lelah
ingin benar mata terpejam
merengkuh bantal guling menjemput impian
tapi suara gaduh tadi siang
masih saja terngiang di telinga
kegaduhan mesin pabrik
klakson mobil bersahutan
kemacetan panjang jalan raya
hingar bingar musik kenangan masa muda
bersatu menjadi satu warna ibu kota,
hidup dan kehidupan.

Jakarta,
di saat menghembus angin dingin yang kering
pertanda gersang musim telah tiba
telah dua purnama kaki ini melangkah
menelusuri detik-detik kehidupan yang tak lagi ramah
tak mungkin bukan ?
aku mundur ke belakang ?
Tak mungkin bukan ?
aku harus menyerah dan kalah ?

Jakarta,
inilah saatnya aku kembali mengeja
makna cinta dan kasih sayang
yang berdiri menantang di antara dendam dan kebencian
ini hidup untuk cinta,
tapi cinta apa ?
orang rela mati karena cinta
merana dan terhina karena cinta.

Jakarta,
jangan jadikan aku seorang pecundang yang durhaka
dalam kesulitannya aku meniti jembatan hidup
kadang tergelincir dan berdarah
di sini tak ada ayah bunda
tempat aku mengeluh dan berbagi rasa
tak ada pula sanak saudara
tempat bercerita dan bertutur sapa.

Jakarta,
inilah keramaian dalam kesunyian
hidup dan berdiri satu-satu
menghayati diri bagai yatim piatu
melangkah tertatih-tatih
menatap masa lalu
pedih dan perih
merangkai bunga di tangan
mawar dan melati
semoga indah akhir sebuah kisah
menunggu takdir cinta penuh misteri.

--
Created By
Muhammad Saroji

19 Jun 2009

Kelana

Ku tinggalkan kampung dan kasih sayangmu, bundaku
dengan kepal doamu ku langkahkan kakiku
bukan untuk pergi jauh, bukan
tapi pergi berkelana untuk kembali.

Terima kasih bundaku
telah kau ajari aku untuk tidak mengeluh
mengeja hidup meramahi keganasan musim
kapalku jangan sampai kau retak dindingmu
karena kembaraku masih teramat jauh
menelusuri gelombang menyeruak lautan
menyusuri rimba menerjang ilalang
di sini perjuanganku amat panjang
membahagiakanmu yang telah bersusah payah melahirkan.

Berhari-hari tubuh bercucuran peluh
dulu kau kisahkan padaku tentang kakekku
yang berjuang berperang demi kemerdekaan bangsaku
mengusir penjajah yang menginjak dan menghina negeriku
bertahun telah berganti
harum nama kakekku laksana kembang melati
sukma perjuangannya seakan berteriak,
..hancurkan para koruptor !
Singkirkan manipulator !
Bidikkan pelormu menembus jantung diktator !
Sucikan negerimu dari pejabat-pejabat berjiwa kotor !


Bundaku,
mudah berhias dan berdasi
kini segala cita telah ku raih
tapi aku kembali membawa hati perih
seperih hatimu ditinggal kakekku mati
betapa banyak orang berkata berbicara
tentang keadilan dan indahnya kasih sayang
betapa banyak dendang nyanyian tentang kemelaratan
tentang penindasan, penggusuran, kekufuran,
bundaku
disini, di rantau ini
yang berbicara tetap berbicara
yang tertindas tetap tertindas
yang durhaka makin merajalela
yang bernyanyi tetap bernyanyi
yang perih makin merintih.

Bundaku,
kepal doamu masih kupegang
aku
tak pernah berputus asa.

Bogor
10 Juli 1997

--
Created By
Muhammad Saroji

17 Jun 2009

KAKEK DAN FATIMAH

Ingatlah ketika Fatimah bertanya kepada kakeknya,
dimanakah kedamaian dilahirkan ?
Patutkan Fatimah mendamba kedamaian
seperti Fatimah bahagia dalam dekapan bundanya ?

Aku dulu seperti Fatimah
mencari pilar-pilar hati yang hampir retak
tempat bersemayam kesejukan dan seberkas cahaya
adakah hidup ini seperti Fatamorgana
menorehkan sejarah tanpa peduli kakek tiada dikenang cucunya ?

Berbagai kisah telah diceritakan
tak jua aku paham apa arti kehidupan
aku tak pandai mencari apalagi menghayati
apa arti bendera dikibarkan
yang bila tercampakkan orang ramai mengobarkan api peperangan
dimanakah itu cinta
ketika sang bapak meninggalkan anaknya
menuju medan laga dan gugur menjadi pahlawan
apakah hidup hanya untuk sebuah kebanggaan ?
aku bertanya seperti Fatimah
dan ketika itu kakek diam saja.

Mungkinkah hati itu sebening kaca
dan ketika hendak mencapainya dia seluas samudra
berbagai warna dibiaskan
hingga orang dapat membaca dia berwarna biru
atau dia sedang dirundung kelabu.

Tidak kakekku
Engkau mesti berkisah kepadaku
seperti Engkau dulu pernah bercerita pada Fatimah
tapi Kau berlalu pergi
sebelum sempat aku menyaksikan wajahmu yang pucat pasi
Engkau telah menghadap Ilahi
sepuluh tahun yang lalu.

Hanya bisik rindumu yang selalu mengingatkanku
agar aku ingat bunga dengan wanginya
ingat laut dengan debur ombaknya
dan ingat pula siang dengan malamnya
ketika itu kau katakan, itulah kehidupan...


Bogor
9 Juli 1997

--
Created By
Muhammad Saroji

16 Jun 2009

TERDAMPAR

Di kota tuamu ini aku terdampar
dalam kesendirian dari menahan haus hingga dinginnya malam
kemana jasad rapuh ini mencari perlindungan
dari dingin yang menusuk dan mimpi malam yang mencekam
ataukan ku mengadu pada pohon randu tempatku bersandar
hanya ada nyanyi jangkrik bersahutan
ketika mataku menatap liar
aku makin takut menjalani hari begitu mdngerikan.

Dari jauh kembang akasia menghampar kekuningan
ditimpa sinar purnama putih keperakan
daun-daun kering berguguran
melayang dihembus angin perlahan
di bumi berserakan.

Inilah bulan juli mengharukan
bukan haru bahagia, bukan
ketika sungai-sungai dilanda kekeringan
seperti keringnya air mata pengelana
inilah kota tua tempatku terdampar
gersang dan kerontang merintih kepucatan.

Wahai para jiwa berjiwa
retak dindingmu diterjang bala cobaan
wahai RAJA para raja
tunjukkan kuasaMu tunjukkan jalan terangMu
karuniakan tongkat dan lenteraMu
penuntun sesat langkah kakiku.

Dari hari ke hari
ku rasakan jasad ini mendekati mati
belum lagi balas budi terpenuhi
jari menyulam cinta terpetak-petak
menyisir bukit lelah perih
menerjang kerikil tertusuk pedih.

Di kota tuamu ini aku terdampar
dalam kesendirian menangis tertahan
kapankah bertemu kembali bunda tercinta...


Bogor
9 Juli 1997


--
Created By
Muhammad Saroji

BELENGGU

Dua belas tahun silam ku tikam jiwa orang
ketika itu aku berteriak, merdeka !
Merdeka dari belenggu dan penjajahan.

Ternyata itu awal penderitaan
itu jiwa tak mengingkari kata jiwa
ketika darah tertumpah dan merintih kepiluan
di persada tempat dulu dilahirkan dan dibesarkan
jiwaku terbelenggu
jasadku terkurung dalam tirai besi yang kelabu.

Dua belas tahun ku mendekam dalam penjara
sepi dari tangis ibunda dan teriakan, merdeka !
dan ketika aku bebas bagai burung-burung beterbangan
seakan telah musnah selaksa kebahagiaan
tak ada orang kecuali memandang dengan sebelah mata
tak ada orang kecuali dengan bisikan penuh kecurigaan
duh..!
dua belas tahun silam
ketika itu ku bela sebuah cinta
cinta yang di injak-injak orang
ku bela kasihku yang dicampak orang
ketika itu
jiwa ragaku kupertaruhkan untuk sebuah cinta !

Kini dari pintu ke pintu
ku berharap belas kasih orang
membujuk merayu demi sesuap makanan
tapi dimana ada orang percaya
pintu terkunci maaf tertutup
jiwa terkutuk telah terlanjur terpuruk.

Dari pintu ke pintu
tak lagi ku cari belas kasihan
ku berlayar menyeberang lautan
meninggalkan kasihku yang tak lagi mengenal
meninggalkan persadaku tempat aku dilahirkan
meninggalkan tali cinta yang telah terputus
mengubur segala harapan yang telah pupus.

Selamat tinggal bahagiaku
tempat dimana aku mengenal kasih sayang
ku jemput perjalanan sendiri
karena aku tahu
hidup tak selamanya kelabu.

Bogor
9 Juli 1997

--
Created By
Muhammad Saroji

15 Jun 2009

Biru

Dari jauh ku dengar kau bernyanyi..a...a...
debur ombak di pantai sesekali menelan suaramu
aku tak tahu apakah kau bernyanyi tentang kehidupan
karena kehidupan ini terlalu pahit untuk di nyanyikan.

Mestinya aku tergugah oleh merdunya suaramu
seperti kicau burung-burung kau merdu merayu
tapi itu senandung hanyalah alunan semu
kedamaian ku damba engkau tak tahu.

Dari jauh selalu ku dengar
kau bernyanyi...a....a...
tapi selalu debur ombak menelan suaramu
tapi aku tahu kau bersenandung tentang kehidupan
di mana yang sengsara tetap sengsara
yang tertindas makin tak berdaya.

Di mana ada kedamaian
bumi ini telah lama merdeka
sungguh pilu hati merasa
mengeluh di bumi persada nan hijau raya.

Ombak di pantai tetap menderu
dari jauh terbias warna biru
langkah kakiku makin jauh meninggalkanmu
meski kau tetap bernyanyi tiada jemu.

Aku tahu
tak sekedar nyanyian kau membaluti lukaku
tak sekedar air mata kau menghayati dukaku
apa yang selama ini aku dambakan
tak lain hanyalah kedamaian
hanyalah kedamaian,
itu saja.

Bogor
8 Juli 1997

--
Created By
Muhammad Saroji

Terima Kasih, Sahabatku

Dari halaman ini aku ucapkan banyak terima kasih pada sahabatku, yang
dulu selalu senasib seperjuangan, kemana-mana bersama, menelusuri
jalanan, dari satu kota ke lain kota, mencari nafkah.

Kini, setelah kita berpisah, masih sempat kau berkirim kabar, mengeja
halaman demi halaman, dan kau sampaikan kritikan, bagus sahabatku, kau
memandangku dari apa yang aku tulis, karena inilah suara jiwaku,
bahasa sunyiku, menjelajahi dunia maya yang terang tapi sebenarnya
misteri.

Sahabatku,
ketika sedang ku asah kembali sebuah talenta, aku sadar betapa
sulitnya merangkai kata-kata, betapa sulitnya menciptakan keindahan
tanpa menyakiti diri sendiri dan orang lain, ketika ku jelajahi alam
perasaan betapa mahalnya sebuah kejujuran. Kau tahu aku bukan
siapa-siapa, tapi aku tahu kini aku harus sendiri, menghayati hukuman
ini. Hukuman terhadap ketidak berdayaan, hukuman terhadap
ketidakmampuan jasadku membahagiakan orang-orang tercinta.

Untuk semua sahabatku,
terima kasih segalanya.

--
Created By
Muhammad Saroji

PADAMU TUHAN

Senja ini tidak ada mendung
angin berdebu keras menderu
daun-daun kering berserakan ke bumi
meninggalkan ranting-ranting layu dan mati.

Oh bumiku, jiwaku
segenap langkah kaki gersang dan perih
ku berlindung di bawah terik sinar matahari
malam hari dingin dan amat sunyi
mimpi mencekam menghantui hati
bumiku, jiwaku menangis perih
meratapi nasib bilakah haus terobati
bilakah lapar terpenuhi
bilakah kedamaian melingkupi
bilakah bahagia merengkuhi.

KepadaMu Tuhan
andai ku lihat Engkau
ku ciumTangan dan KakiMu
ku ikuti kemana Engkau pergi
ku turuti segala yang Engkau Kehendaki
tapi aku hilang diri
tak ingat betapa Engkau Maha Kasih
aku lupa diri
janji apa yang telah aku ingkari
burung-burung elang melanglang langit
membuatku meratap ngeri
apakah aku telah benar-benar mati.

Tuhanku
senja ini tidak ada mendung
tapi keresahan bergulung-gulung
bagaikan awan yang kelabu
aku teringat Kau Maha Kasih
terima kasih Tuhanku
dalam siksaMu
masih Kau beri aku kesempatan berserah diri.


Bogor
7 Juli 1997

--
Created By
Muhammad Saroji

ANGIN TANPA SUARA

Embun dingin pada rumput di kotamu
menyentuh pada dinding kalbuku
seakan dia menyapa
...di mana kebebasan
di mana kemerdekaan ! !

Tak ku tahu dimanakah ujung sebuah perdamaian
dimana seorang ibu membagi kasih sayang pada anaknya
selama ini aku terjajah
di tempat dimana aku dilahirkan
dan tak dapat ku jawab dimana ada kemerdekaan
karena ia telah lama dijarah orang
bumiku menangis
hatiku merintih
air lama tak mengalir
pada bengawan yang kering kini.

Di kotamu ini
angin berdesah tanpa suara
tapi debu-debu perih menghempas menerjang
embun tak lagi berguguran di pangkuan bumi
meninggalkan daun-daun
makin kering, pucat pasi
tak jua ku temukan kemerdekaan di sini
karena di sini yang ada hanya kebebasan tanpa makna
kebebasan tanpa suara
tanpa kata-kata
di sini orang-orang berperang
di sana orang-orang saling tikam
menorehkan luka yang dalam
dendam dan kebencian
tak seperti ibundaku dulu
yang melahirkan dan membesarkan
dengan taruhan nyawa satu-satunya
tanpa kesedihan
tanpa keluh kesah.

Embun dingin pada rumput di kotamu ini
tak sedikitpun meninggalkan kedamaian bagimu
tak jua menyentuh pada dinding kalbuku, kini
hanya ada desah angin tanpa suara
pada jiwa-jiwa manusia yang dirundung kegalauan
tentang hari depan anak cucu
di hari kemudian.

Bogor
13 Juni 1997

SENDIRI

Dalam kesendirian
roda pedati itu menggelinding
melintasi jalanan berbatu
seorang kakek tersenyum menaiki
....negeri ini telah lama merdeka,
gumamnya.

Roda pedati itu terus menggelinding
melewati sawah, ladang, dan perbukitan
hingga sampai di sebuah pintu gerbang kota
bibir yang keriput tersenyum berseri
....mata rabunku tak berdusta,
negeri ini ternyata begitu indah,
pujinya tiada henti.

Roda pedati itu tiba-tiba berhenti
seorang tentara berpangkat mayor datang menghalang
sang kakek termangu tak mengerti
....pak tua, silahkan pergi dari kota celaka ini
sebelum negeri ini terlanjur di timpa huru-hara !!

Pak tua kecewa dan menyesali diri
di tariknya tali kendali
pedatipun berlalu pergi
...kadang manusia itu
tak seramah bumi ini,
gumamnya.

Jakarta
27 November 1996

- - -

Catatan : Terserah Anda mengartikan tulisan ini.

HATI YANG BERDEBU

Ubun-ubunku yang tak pernah sakti
hati, jantung, dan paru-paru
yang tak pernah menjadi besi
hari demi hari
aku pusing tujuh keliling
oh
jari jemari
menggaruk di rambut kepala yang tak pernah gatal
kulit lecet
biar bernanah berdarah
agar aku tahu
sakit di antara tawa
ubun-ubunku
tak pernah berfikir baqa
tak pernah menjadi ratu
pantas aku manja dan mengeluh, selalu
meratapi panas
menyesali hujan
ubun-ubun itu
pusing tujuh keliling
menghitung sisa detik
...* * / @ ..@\ :....?~~...


....@...@..@..!.

Hatiku !
Kau menterkejutkan aku
hatiku
jangan berkata begitu
seakan kau maha tahu.

...@
..m@'@fkan aku hatiku
kau adalah suara jiwaku
yang selama ini aku campakkan
ke comberan
aku baru mengerti
ubun-ubunku tak pernah sakti
karena selama ini aku bermanja
makan dan tidur
di balai mewah !

Maafkan aku hatiku
karena tak pernah kubasuh mukaku berdebu
selama ini tangan berbalut daki
kaki berlumpur duli
tapi kau selalu berkata suci
dan di lisan selalu ku dustai.

Barangkali kau berkehendak
jasad lusuh mengembara di Siberia
biar jasad ini mati membeku
atau berkelana di gurun sahara
biar jasad ini membujur bangkai
tidak ?
Menyantuni orang miskin ?
Mengharap belas kasih ?
Tidak ?
Mengadu pada Tuhan...?
Memohon cinta
dalam ratapan doa ?
....?

Bogor
13 November 1996

14 Jun 2009

KETIKA ENGKAU KU JELANG

Aku lihat di pelupuk matamu
ada titik bening bagai embun
menoreh di pipi
menyentuh di hati.

Di sini sekarang Engkau tiba
merebahkan dukamu di hatiku
berkeluhkesahlah
menangislah
sepuas hatimu
agar aku tahu
makna pengharapan
di hatimu.

Senja ini
biarlah menjadi warna yang kelabu
saat ku basuh dukamu karena peristiwa lama.

Jelanglah hari esok dengan keceriaan hati
cinta kita bersemi kembali.

Bogor
2 November 1996

YANG HILANG - YANG TERBUANG

Sembilan purnama telah berlalu
Engkau berpaling dari rasa kasihku
masih ada sisa-sisa cinta
yang bila dipupuk menjadi sia-sia
antara Engkau dan Aku tak lagi terjalin rindu
Aku mengerti
Aku bukan milikmu
yang sejati.

Sembilan purnama telah berlalu
tapi masih menyisakan kenangan yang pedih
tapi kita mencoba tak peduli
karena menangis tak berarti
bunga mawar yang menjalin kisah kasih kita
kini tinggal duri yang menancap di hati
luka itu berdarah
sakit itu tak terlupa.

Antara Engkau dan Aku
ingatlah ketika kita berdua di pelabuhan sunda kelapa dulu
ketika itu senja mulai turun
warna jingga menghiasi cakrawala
kau berjanji kita selalu sehati
dan angin dingin menyibak rambut hitammu
indah terurai bagai sutra yang lembut
ku kira kita selamanya
ternyata perjalanan usia mengukir takdir cinta
jabat tangan di kala itu
adalah pertemuan terakhir
dan sembilan purnama telah berlalu
mengantarkan aku di jalanan berbatu
merengkuhi dingin dan sepi
menghayati pergolakan hidup
sendiri.


Bogor
2 November 1996

Hingga Aku Kembali

Meskipun mawar dalam gelas itu layu, sayangku
tidak berarti aku layu seperti bunga itu
tunggulah aku di beranda sunyimu
dari rantau aku kan kembali.

Cinta itu abadi, sayangku
nanti di halaman rumah kita tanam bunga mawar kembali
kita pupuk dan kita sirami
agar selalu tumbuh dan mekar bersemi.

Kau mesti tahu, sayangku
betapa beratnya merangkai kata-kata
di dada ini aku ingin seperti seorang penyair
yang berbicara satu kata seribu makna
berpetuah bagai pertapa tua
bersabda bagai mutiara berkilauan.

Sayangku
tak dapat ku bayangkan ketika sebutir intan di lumpur adalah tetap intan
tetap cemerlang meski terbenam di kegelapan
penyair berbicara dan bertindak
tapi tanpa ragu dan kebimbangan
tiada takut meski darah dan daging dirajam
tetap tegar bagai karang di terjang gelombang
penyair
bercermin dari orang ke orang
mengasah budi menjadi arif dan bijaksana.

Jangan takut, sayangku
meski akal fikiran mengembara jauh di atas awan
rebahkanlah cintamu di dadaku
aku tak lupa kau cintaku seorang
tak ada yang lain, kaulah sayangku seorang
nanti kita mencari kebenaran hakiki
di mana lisanku dapat fasih mengatakan
bahwa kebenaran adalah tetap kebenaran
keadilan adalah tetap keadilan
tak tecampakkan oleh lumpur dan noda
tak tersingkirkan oleh nafsu keserakahan manusia
tetaplah tegar, sayangku
hingga kita semua akan kembali pada Tuhan
yang memiliki kebenaran hakiki.

Bogor
27 Oktober 1996

12 Jun 2009

Manohara Odelia Pinot dan Prita Mulyasari, Kenapa....?

Manohara Odelia Pinot dan Prita Mulyasari adalah contoh dua wanita
Indonesia yang tersandung kasus hukum yang begitu banyak menyita
perhatian publik Indonesia. Meski kedua wanita ini berbeda kasus dan
latar belakang kepribadian, namun mempunyai kesamaan dalam mengalami
dan menjalani musibah hukum. Kedua wanita Indonesia ini banyak
mendapat dukungan moril dan empati dari sebagian besar rakyat
Indonesia karena mereka dinilai secara subyektif menjadi korban
permainan hukum dari
orang-orang atau lembaga yang memiliki kekuasaan yang sangat besar.
Akan sangat naif dan mustahil pemerintah kerajaan malaysia memproses
kasus hukum Manohara dengan suaminya tengku fahri secara adil dan
transparan...la iya lah, wong putra mahkota !?
Lain halnya dengan kasus Prita Mulyasari, hakim dan jaksa harus dapat
membuktikan dugaan adanya gratifikasi yang dilakukan oleh rumah sakit
omni internasional.
Kalau memang benar dugaan gratifikasi dapat dibuktikan, maka tugas
hakim harus tegas dalam menegakkan hukum untuk membela yang benar dan
menghukum siapa yang salah.
Manohara yang amat sangat cantik sekali,
Prita Mulyasari yang amat sangat anggun dan santun sekali,
berdoalah, bermunajatlah, semoga kemenangan di tangan kalian.

--
Created By
Muhammad Saroji

8 Jun 2009

MENANTI

Siapa
yang berdiri di tepi malamku
tersenyum
menyeringai
buas
bagai harimau rimba
mengancam menikam belati
membuat nafas sesak
bagai mati.


Oh,
aku ingin menjerit
tapi dia bagai tukang sihir
membuat kaku lisan dan seluruh kata-kata
serasa maut hendak menjemput
membuat aku tak ingat lagi.


Tapi angin berdesir
makin kencang
menjadi topan menyapu bersih
aku terlempar
jatuh ke bumi.


Oh bumiku
pijakanku
oh,
telah runtuh peraduanku
oh,
ternyata hanya mimpi
seram sekali
kapan hidupku damai hati...


Di mana damaiku
kemana bahagiaku
lelah benar jazad ini.


Siapa yang berdiri di tepi malamku
diakah yang merenggut kebahagiaanku ?


Oh
kiranya salah sangka ?
Kiranya mimpi belaka ?
Bahagia
ingin ku ciptakan sendiri ?


Tangan lemah ini menggapai-gapai
mencari Tuhan puncak damai
apa yang selam ini aku dambakan
tak lain hanya kedamaian
hanya kedamaian
itu saja.

Bogor
27 Oktober 1996

- -

Created By
CentralSitus

MENANTI

Siapa
yang berdiri di tepi malamku
tersenyum
menyeringai
buas
bagai harimau rimba
mengancam menikam belati
membuat nafas sesak
bagai mati.


Oh,
aku ingin menjerit
tapi dia bagai tukang sihir
membuat kaku lisan dan seluruh kata-kata
serasa maut hendak menjemput
membuat aku tak ingat lagi.


Tapi angin berdesir
makin kencang
menjadi topan menyapu bersih
aku terlempar
jatuh ke bumi.


Oh bumiku
pijakanku
oh,
telah runtuh peraduanku
oh,
ternyata hanya mimpi
seram sekali
kapan hidupku damai hati...


Di mana damaiku
kemana bahagiaku
lelah benar jazad ini.


Siapa yang berdiri di tepi malamku
diakah yang merenggut kebahagiaanku ?


Oh
kiranya salah sangka ?
Kiranya mimpi belaka ?
Bahagia
ingin ku ciptakan sendiri ?


Tangan lemah ini menggapai-gapai
mencari Tuhan puncak damai
apa yang selam ini aku dambakan
tak lain hanya kedamaian
hanya kedamaian
itu saja.

Bogor
27 Oktober 1996

- -

Created By
CentralSitus

7 Jun 2009

6 Jun 2009

PERMAISURI

Bilakah ku temui kau dalam sendiri
lalu ku sampaikan hasrat cintaku yang membara
kelak kau kujadikan permaisuri
dalam kerajaan asmaraku yang luas membentang.


Tapi kesendirian itu bagimu tak ada
aku sendiri yang sunyi
tak ada malam yang dapat aku sapa
siangpun hanya terik matahari yang menyengat
kulitku legam
kau bukan permaisurhku yang kupuja
bukan pula impianku yang kujelang sepanjang malam.


Baiklah ku tinggalkan saja kau di sana
dh dunhamu yang penuh kemegahan
tapi pantaskah aku berputus asa
dalam kisah cinta yang belum tahu menang dan kalah.


Permaisuriku
hanya bertahta dalam bayanganku
burung prenjak seakan tahu
berlompatan di dahan mengejekku.


Baiklah Aku bercinta dengan duniaku saja
dunia penuh rasa sepi
bahagia sendiri
menderita sendiri.


Bogor
25 Oktober 1996

--
Created By
Muhammad Saroji

5 Jun 2009

YANG DI DALAM DADA

Bintang Maharani
baiklah kau lihat yang di dalam dada
di sana ada cinta tapi tak perlu ku sampaikan
aku tahu kau tak berkenan
tapi perkenankanlah aku tidur sejenak
agar dapat ku bermimpi bertemu bidadari
dan ku adukan isak tangisku
tentang cinta yang selalu tak bertepi
jangan kau siksa aku
dengan pandangan mata yang tak ku mengerti
aku tahu kau tak berkenan ku adukan kesahku
tapi perkenankanlah aku bangun terjaga kembali
dari mimpi yang tak berarti
dan kau sambut aku kembali
tapi aku tahu kau tak berkenan
kau tak tersentuhkan.


Bintang Maharani
baiklah kutinggalkan kau diberanda sepi
agar tak ku tahu kau tertawa atau menangis
bagimu tak berharga itu cinta kasihku
tak bernilai pengorbananku
baiklah aku bertepuk sebelah tangan
pada angin yang tak menghembuskan kesejukan
tak ku ucapkan salam
agar bila aku menyesal kaupun tak mengerti
Bintang Maharani
memang aku ini tak berguna
apalagi sekedar mengeluh dan berputus asa
kau lebih tak berkenan.


Bogor
22 September 1996

CAKRAWALA

Dipandang kau berdiri
kibarkan nurani sunyi
mestinya ku sapa kau
dengan salam
atau sekedar basa-basi
tapi senja ini sengaja kudiamkan
agar kau mengerti
apa sebenarnya yang terjadi.


Kulihat bayangmu di cakrawala
mungkin senyummu seindah warna lembayung senja
tapi di sana tiada senyummu
bahkan tiada keramahanmu
diam membisu seperti batu bertafakur
dalam bimbangku, apakah kau milikku ?


Benar,
kau adalah milikku
tapi di hatimu bukan hanya aku seorang
sepetik cinta telah kau genggam
tapi separuh hatimu juga telah dipetik orang
ku lihat bayangmu di cakrawala
mungkin ada harapan kau adalah milikku seorang
tapi di sana hanya ada bayang-bayang kebimbangan
fatamorgana
tak dapat aku menjangkaunya.


Duh kekasihku
di senja ini sengaja kau ku diamkan
agar kau mengerti apa sebenarnya yang terjadi
tapi kau tetap tegar berdiri
mengibarkan nurani sunyi.


Bogor
21 September 1996

4 Jun 2009

CINTA YANG BERDEBU

Senja itu langit kelam
pekik burung elang menyapa lengang
angin dingin berhembus perlahan
menyentuh daun-daun kering
berguguran.


Cinta oh cinta
ku bawa kemana dia di hari menjemput malam
tubuh kaku menggigil kedinginan
berbaring pasrah di akar pohon akasia
muka berdebu jalang menengadah
ke langit kelabu adakah bulan bintang
hanya pekik burung elang menyapa lengang
angin dingin berhembus makin kencang
menyentuh ranting-ranting kering
berjatuhan.


Cinta oh cinta
adakah di hati ini kehidupan
sepanjang jalan tangan menengadah
hamba menghiba mengharap
ria-sia
adakah setitik saja
ketulusan sebuah cinta
di saat hamba tak berdaya
di saat hamba tak berpunya
di saat segalanya bagai rumput
yang kering di padang gersang
mata ini makin liar
memandang ke segala penjuru cakrawala
hanya ada pekik burung elang menyapa lengang
angin dingin berhembus makin kencang
menyentuh hasrat cintaku yang makin berdebu
mati kaku.


Hanya ada burung elang
dan angin dingin yang membawaku pergi
menikmati tidur yang panjang
dan abadi...


Bogor
2 November 1996

SAJAK PUTUS CINTA

Mengapa
dulu kucinta kau dengan taruhan nyawa
padahal dirimu cinta tiada rindu tiada
kubela kau dari tusuk belati orang
aku sendiri bagai gila membabi buta
kau pertontonkan auratmu
dan serentak orang-orang berebut menjamahmu
dan seketika kau hendak berlari
tunggang langgang.


Inikah sandiwaramu
kau jebak aku dalam kebencian semua orang
kau hilang kata hilang rasa
tak ada air mata meneteskan sesal
tangisku hanya kau, mengapa kau tak menangis
mengapa tak mengerti bahwa hidup sekarang nestapa.


Baiklah kau tersenyum saja
agar dapat kuterbitkan kebencianku
orang sekampung telah terlanjur membenci
...agar dapat kutinggalkan kau dalam rasa tak teriris.


Inilah kenyataan
agar dapat kau berkelepak bagai burung malam
lilin di tanganku kau rautlah
tak hendak aku membakar diri sendiri
kau berkelanalah dalam duniamu
menempuh hujan gerimis tanpa ratapan cinta.


Inilah malam
pada saat seharusnya kutemui dirimu dalam kesucian
agar dapat ku tinggalkan sepatah kata perpisahan
(lilin itu membakar dirimu sendiri
tak ada gerimis cinta)
mengapa kini kusesalkan membelamu dengan taruhan nyawa
karena cinta itu sebenarnya ada
pada kau yang menyayangiku sebenarnya.


Mengapa ?
Mengapa tak kau katakan bahwa kataku itu menyakitkan
mengapa tak kau buang lilin itu di derasnya air hujan
kau membuatku menyesal berkepanjangan
aku menyayangimu di saat kau tiada...


Bogor
25 Oktober 1996

PRITA MULYASARI

Assalaamu'alaikum WR. WB.

Kami para Blogger turut prihatin dan ikut berbela sungkawa atas musibah
yang dialami oleh Ibu Prita Mulyasari.

Mudah-mudahan Ibu Prita Mulyasari diberikan ketabahan dalam menghadapi
cobaan ini, karena pengekangan terhadap kebebasan mengeluarkan pendapat
adalah bentuk kedhaliman terhadap hak setiap manusia untuk
menyampaikan pendapat yang dilindungi oleh undang-undang.

Kami para Blogger memberi dukungan moral dan berdoa untuk Ibu Prita
Mulyasari agar tabah menghadapi ujian, terus maju pantang mundur,
perjuangkan kebebasan berbicara dan berpendapat.

(BLOGGER)

2 Jun 2009

LAUTAN CINTA

Dalam gelora cinta
tak ada jarak antara kau dan aku
bersatunya dua jiwa
bagaikan air dengan secawan anggur.

Dalam lautan cinta
kita rasakan kerinduan yang bergelora
rindumu karena aku jauh
cintamu karena aku indah.

Akulah yang merindukanmu
aku pula yang mencintaimu
karena keindahanmu
tiada bertepi.

Bersatulah dalam cinta
kaulah yang menyatukan !
Curahkanlah kasih sayang
kaulah yang ciptakan kesucian !

Dalam lautan cinta
kerinduan dan kasih sayang
adalah perjuangan.

Jakarta
27 November 1995

- -

Created By CentralSitus

DI BALIK AWAN

Sepercik darah bidadari
membangunkanku dari mimpi
aku menangis
bidadari oh bidadari
inilah merah darahmu
yang kemarin aku lukai
sakit perih.

Di puncak batu gunung ku cari matahari
hanya mendung memenuhi lazuardi
sebilah belatiku menancap di bumi
engkau tahu aku bukan seorang pemberani
apalagi sekedar membunuh diri
di balik awan bersembunyi gerimis
langit yang mendung seakan menangis
hujan pun turun membasahi bumi
tangis bidadari
meratap tiada henti.

....peperangan telah tiba !
Bidadari berteriak lantang sekali
aku menangis
bidadari oh bidadari
mengapa masih juga kau hitungi mimpi-mimpi
ingatlah cinta kasihku
bagai samudra tak pernah kering
bagai sungai selalu mengalir
meski aku bukan seorang pemberani...

Jakarta
27 November 1995

- -

Created By CentralSitus

CINTA DAN KASIH SAYANG

Goresanku bertinta merah
lambang kecemburuan dalam cinta
sedikitpun aku tak berdusta
kaulah milikku seorang !

Tapi mukamu merah padam,
jangan !

Damaikanlah hatimu
bersatulah dalam jiwaku
kasih sayangku abadi.

Semangatmu menyala-nyala,
berjuanglah !

Dengan gelora di jiwa
kau dan aku bersatu selama-lamanya
dalam suka dan duka.

Jakarta
27 November 1995

- -

Created By CentralSitus