17 Des 2015

Pengakuan Dr Taufiq Ramadhan al-Buthi, Putra Syaikh Ramadhan Al-Buthi tentang Konflik Suriah

Forum Muslim Network - Dengan segala ekspresinya yang membuncah, sesekali
mengusap air mata, Ketua Ikatan Ulama Suriah, Dr Taufiq Ramadhan
al-Buthi yang merupakan putra dari ulama terkemuka Suriah, almarhum
Syekh Ramadhan al-Buthi ini, mengisahkan detik-detik akhir kematian
ayahnya secara syahid tersebut di tangan kelompok radikalis.


Berbagai tudingan miring ditujukan kepada almarhum hingga pembakaran
buku-bukunya. Padahal menurut Taufiq, sikap almarhum sangat netral
dalam konflik Suriah. Tidak condong kepada salah satu pihak lantaran
krisis yang melanda Suriah, tak terlepas dari konspirasi besar untuk
menjatuhkan dan menghancurkan Negara Suriah. "Ada agenda besar di
balik berkobarnya fitnah di Suriah," katanya.


Wartawan Republika Nashih Nashrullah, berkesempatan berbincang dengan
anggota dewan penasehat Presiden Basyar al-Asad itu, di sela-sela
kunjungannya ke Indonesia menghadiri Konferensi ke-4 International
Conference of Islamic Scholars (ICIS).
Menurut Dr Taufiq Ramadhan al-Buthi, Pada tanggal 21 Maret 2013, usai
shalat Maghrib seorang pemuda berusia
18 tahun-an datang masuk ke Masjid al-Iman, Damaskus, ia semula duduk
di belakang dua menit, lalu beranjak mendekati posisi ayahnya yang
sedang menyampaikan kajian tafsir. Jarak antara pemuda dengan posisi
beliau duduk kira-kira 6 meter. Lalu meledakkan diri. Sebagian besar
jamaah meninggal langsung jumlahnya 45 orang. Total korban jiwa
sebanyak 53 orang. Ledakan tak berdampak signifikan pada luka Syaikh
Ramadhan Al Buthi, hanya luka ringan di bagian bibir. Bahan peledak
C-4 itu di dalamnya terdapat potongan-potongan material kecil.
Ledakkan begitu dahsyat, begitu tersadar, meski dalam kondisi
berdarah-darah, Ahmad yang merupakan cucu dari Syaikh Ramadhan Al
Buthi mencoba menolong kakeknya, tapi lukanya yang parah tak lagi
mampu menopang dirinya sendiri. Ia terjatuh dan akhirnya syahid di
rumah sakit. (dulu oleh media wahabi, cucunya yang hendak menolong itu
malah difitnah sebagai
bagian dari anggota teroris yang melakukan eksekusi terakhir terhadap
Almarhum Syaikh Ramadhan Al Buthi karena sesaat setelah terjadi
ledakan bom bunuh diri Syaikh Ramadhan Al Buthi tidak langsung
meninggal)


Melalui telepon, Dr Taufiq Ramadhan al-Buthi mendapat informasi, bahwa
ayahanda hanya terluka di bagian kening dan kaki, tetapi Allah SWT
berkehendak lain, sesampainya di RS, beliau dikasih tahu, bahwa
ayahandanya telah wafat. Dr Taufiq Ramadhan al-Buthi akhirnya melihat
langsung jenazahnya, perasaan bercampur aduk, seolah tak percaya.
Almarhum seperti tertidur biasa. Mukanya putih, badannya masih hangat,
bibirnya merah, beliau cium keningnya. Beliau tanya ke dokter
bagaimana kondisi Ahmad? Dokter menjawab kritis, Ahmad akhirnya wafat.


Sebelumnya para pemberontak Suriah menyadari betul bahwa al-Buthi yang
telah menyingkap kebusukan di balik krisis Suriah ini, karenanya
beliau harus segara dihabisi. Beberapa pekan sebelum Syaikh Al Buthi
wafat, beliau menggelar pertemuan keluarga, dan beliau berkata," Saya
bermimpi, wallahu a'lam, apa maknanya, tapi saya berfirasat, ajal
telah dekat."


Menurut Dr Taufiq Ramadhan al-Buthi, Aksi teror sebetulnya tak membuat
kami heran, kami sudah memperkirakan ini semua bakal terjadi, kami
mengkhawatirkan ayah kami. Pesan yang tersirat yaitu hendak mencoreng
wajah Islam lewat sosok al-Buthi. Pekan pertama krisis Suriah, saat
saya sedang berada di Brunei Darussalam, sebuah bom dijatuhkan di
depan rumah kami, selanjutnya, sebuah bom pernah dilempar nyaris
mengenai mobil saya, ini bukan kali pertama tetapi berulang. Beberapa
kali para pelaku juga menulis ancaman-ancaman dengan kata-kata kasar,
menjijikkan, di tembok rumah kami. Begitulah mereka. Karena itu beliau
menyarankan agar tidak pergi ke masjid, meski jarak rumah kami tak
terlalu jauh karena akses menunju masjid tak lagi aman.


Beberapa hari kemudian, Ayah saya kembali mengumpulkan keluarga,
termasuk anak-anak saya. Beliau meminta agar putraku yang tengah
sakit, Mahmud, tak pergi merekam ceramah rutin beliau di Universitas
al-Kuwait, dekat rumah. Namun, permintaan ini tak diiyakan, Mahmud dan
Ahmad tetap berangkat untuk merekam episode ke-17 dari acarafi qadhaya
as-sa'ah ma al-Buthi yang diasuh kakeknya tersebut. Ini adalah ceramah
pamungkas. Beliau kata putraku, berbicara blak-blakan dan menyadari
bahwa ajal telah dekat.
Sekembalinya dari agenda itu, Ahmad bercengkerama dan berpamitan
dengan segenap keluarga, seakan hendak pergi jauh. Mendekati Maghrib,
ia bergegas menuju rumah kakeknya seolah-olah ada janji. Keduanya
lantas shalat Maghrib ke Masjid al-Iman. Sementara Mahmud tetap berada
di rumah. Usai shalat dia kaget mendapat kabar, ada ledakan besar di
Masjid Imam. Ia bergegas menuju Masjid. Kita mencoba untuk tetap
tenang dan mencari tahu apa yang sedang terjadi, meski kabar itu
mengguncang perasaan kami. Kami menyusul menuju rumah sakit bersama
keluarga, termasuk istri dari Ahmad. Hingga saya melihat langsung apa
yang terjadi. (rep)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar