Pengakuan Parlemen dan Pemerintah Irak terhadap integrasi milisi Hashed Al Shaabi ke dalam tentara nasional Irak pekan lalu membuat Amerika resah. Tidak lain karena milisi Hashed Al Shaabi didirikan, dilatih dan didanai oleh Iran, sehinggal hal itu menunjukkan pengaruh Iran yang semakin kuat di Irak. "Ini akan meningkatkan pengaruh Iran terhadap pemerintahan Irak dan kami harus mengkhawatirkan ini," kata Komandan Central Command Jendral Joseph Votel dalam sebuah diskusi yang digelar Foreign Policy Initiative, lembaga kajian berbasis di Washington, pekan ini.
Tidak hanya mengakui Hashed Al Shaabi sebagai bagian dari tentara nasional, pemerintah Irak juga mengakui independensi milisi ini, sebagaimana independensi Tentara Pengawal Revolusi Iran (IRGC) terhadap tentara nasional dan pemerintah.
Hashed Al Shaabi terbentuk setelah keruntuhan tentara nasional Irak, yang didominasi orang-orang Sunni dan bekas tentara Saddam Hussein, menghadapi munculnya ISIS tahun 2014 yang berujung pada jatuhnya Mosul dan sebagian besar wilayah utara dan barat Irak. Sejak itu milisi ini menjadi tulang punggung perlawanan terhadap ISIS, dan pelan namun pasti berhasil membebaskan wilayah-wilayah yang diduduki ISIS. Votel mengatakan bahwa sejak kesepakatan internasional tentang program nuklir Iran, negara ini telah melatih dan mendanai 100.000 milisi Shiah di berbagai negara termasuk Yaman dan Irak.
Pembelian Su-30 Makin Dekat
Sementara itu The Diplomat pada 1 Desember lalu melaporkan bahwa pembelian pesawat-pesawat tempur multi-guna Su-30 Rusia oleh Iran semakin mendekati kenyataan. Kedua pihak telah sepakat pada kemungkinan kontrak 'produksi bersama' sejumlah pesawat SU-30, demikian kata Menhan Iran Jendral Hossein Dehghan kepada media lokal akhir pekan lalu.
Berbicara kepada wartawan di Teheran, Sabtu 26 November, Jendral Dehghan mengatakan, "pembelian pesawat-pesawat tempur itu telah menjadi agenda kementrian pertahanan,” tulis Tehran Times. "Semua bentuk kesepakatan akan dikondisikan pada kerjasama teknologi dan 'joint investment',” tambahnya.
Media IranTasnim News Agency menambahkan bahwa Rusia telah setuju terhadap syarat-syarat yang diminta Iran.
Rumor tentang pembelian pesawat-pesawat tempur Rusia muncul sejak pertengahan tahun, ketika Dehghan mengatakan kepada media Iran, "Kami tidak memerlukan lagi sistem pertahanan udara jarak jauh (setelah adanya S-300 dan Bavar-373). Maka agenda kementrian pertahanan kini termasuk berkonsultasi dengan Rusia bagi pembelian pesawat-pesawat Sukhoi. Kami perlu memperkuat kekuatan udara,” kata Dehghan kala itu.
Jika teralisir, maka Iran akan menjadi negara kedua di luar Rusia yang memiliki pesawat SU-30 yang dianggap sebagai pesawat tempur generasi-IV paling canggih di dunia. Negara lainnya adalah India.
Selain SU-30, Iran juga banyak dikabarkan akan membeli sejumlah besar tank, helikopter dan artileri dari Rusia dengan nilai kontrak mencapai $10 miliar. Namun dipastikan hal itu akan mendapat penolakan keras dari Amerika yang terikat dengan resolusi DK-PBB yang melarang penjualan senjata ke Iran terkait dengan program nuklir Iran.(ca)